Another Source

Join The Community

Premium WordPress Themes

Jumat, 25 Februari 2011

Hukum merayakan Kelahiran Nabi Muhammad SAW

1. Perayaan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kebahagiaan dengan keberadaan Rasulullah SAW.
Dalam Q.S Yunus ayat 58, Allah swt memerintahkan kita untuk senang dan gembira dengan rahmat-Nya SWT :
(قُلْ بِفَضْلِ اللِّه وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا)
Dan Rasulullah SAW merupakan rahmat terbesar dari Allah SWT. Bukan hanya untuk kita, tapi juga untuk seluruh semesta alam. Firman Allah dalam Surat Al Anbiyaa ayat 107 :
(وَمَا أَرْسَلْنَاكَ اِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ)
2. Rasulullah SAW memperingati hari maulidnya dengan jalan puasa setiap hari senin sebagai tanda rasa syukur kepada Allah swt.
Dalam Kitab Shahih Muslim diriwayatkan hadits Abi Qutadah ra bahwasanya Rasulullah pernah ditanya tentang puasa hari senin,Beliau SAW menjawab :
(ذَلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ , وَيَوْمٌ بُعِثْتُ , أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيْهِ )
3. Kegembiraan dengan kelahiran Rasulullah saw memiliki manfaat khusus bagi setiap muslim.
Dalam Shahih Bukhari diceritakan tentang sebuah kisah mimpi Sayyidina Abbas ra, paman Rasulullah SAW, tentang peringanan azab atas Abu Lahab setiap hari senin, karena dia di masa hidupnya pernah gembira menyambut kelahiran keponakannya, Muhammad ibnu Abdillah, dengan memerdekakan budaknya yang bernama Tsuwaibah Al Aslamiyyah.
Karenanya Al Hafidz Syamsuddin Muhammad bin Nashiruddin Ad Dimasyqi rhm membuat syair :
اِذَا كَانَ هَذَا كَافِرًا جَآءَ ذَمُّهُ بِتَبَّتْ يَدَاهُ فىِ اْلجَحِيْمِ مُخَلَّدَا
اَتَى أَنَّهُ فيِ يَوْمِ اْلأِثْنَيْنِ دَائِمًا يُخَفَّفُ عَنْهُ لِلسُّرُوْرِ بِأَحْمَدَ
فَمَا الظَّنُّ بِاْلعَبْدِ اَلَّذِى كَانَ عُمْرُهُ بِأَحْمَدَ مَسْرُوْرًا وَ مَاتَ مُوَحِّدَا
4. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah media da’wah untuk memaparkan kembali sejarah kehidupan dan perjuangan Rasulullah SAW, mendorong umat Islam agar Cinta Rasulullah dan mau meneladaninya, sekaligus membiasakan umat bershalawat untuk Rasulullah SAW, sehingga menjadi peneguh hati kaum muslimin.
Dalam Surat Hud ayat 120 Allah swt memberitakan dan menjelaskan bahwasanya kisah para Rasul dalam Al Qur’an untuk meneguhkan hati Rasulullah SAW.Firmannya :
(وَكُلاًّ نَقُصَّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبآءِ الرُّسُلِ مَانُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ )
5. Perayaan Maulid Nabi SAW adalah upaya menghidupkan napak tilas Perjuangan Rasulullah saw.
Menghidupkan kenangan perjuangan orang-orang saleh adalah sesuatu yang disyariatkan dalam Islam.Lihatlah berbagai perbuatan ibadah dalam manasik haji merupakan napak tilas dari berbagai peristiwa religius bersejarah dalam kehidupan Nabi Ibrahim as dan Siti Hajar serta putra mereka Nabi Ismail as.
6. Rasulullah saw menyukai dan memuji orang lain yang mencintai dan yang memuji beliau saw.
Rasulullah saw memuji dan membalas dengan berbagai kebaikan hubungan dengan para penyair di zamannya yang membuat syair-syair yang memuji kehidupan dan perjuangan Rasulullah saw, seperti sayyidina Hasan bin Tsabit ra.Maka bias dipastikan bahwasanya Rasulullah saw akan sangan ridha dan menyukai mereka yang menghimpun dan menyebarluaskan sejarah kehidupan dan perjuangan Rasulullah saw, seperti yang dilakukan para Ulama melalui kitab-kitab Maulid yang dibaca saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
7. Rasulullah saw memiliki perhatian dan kepedulian terhadap hubungan antara tempat dengan peristiwa Religius bersejarah, bahkan beliau saw ikut membesarkannya.
Dalam hadits Syaddaad bin Aus ra yang diriwayatkan oleh Al Bazzar, Abu Ya’la dan Ath Thabarani, bahwasanya ketika Rasulullah saw melakukan Isra dan Mi’raj, beliau diajak mampir oleh Jibril as ke Baitullaham dan shalat dua rakaat di sana, lalu Jibril as bertanya apakah Rasulullah saw tahu tempat apa itu, beliau pun menjawab tidak tahu.Maka Jibril as memberitahukannya bahwa itu adalah tempat kelahiran Nabi Isa as.
8. Rasulullah saw memiliki perhatian dan kepedulian terhadap hubungan antara zaman dengan peristiwa religius bersejarah, bahkan beliau ikut membesarkannya.
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa tatkala Rasulullah saw mendapatkan kaum Yahudi berpuasa dan bergembira pada Hari Asyura (10 Muharram) untuk merayakan kemenangan Nabi Musa as atas Fir’aun, maka beliau bersabda (نَحْنُ أَوْلىَ بِمُوْسَى مِنْكُمْ ), beliau pun berpuasa di hari itu dan menganjurkan umatnya agar berpuasa Asyura.
Selain itu masih ada hadits lain dimana Rasulullah saw menyebutkan keistimewaan Hari Jum’at sebagai hari penciptaan Nabi Adam as dan juga hari kelahiran para Nabi dan Rasul selain beliau saw.
Semua itu sesuai dengan tuntunan Al Qur’an yang mengabarkan tentang limpahan kesejahteraan bagi hari kelahiran para Nabi.Dalam Surat Maryam ayat 15 tentang Nabi Yahya as وَسَلاَمٌ عَلَيْهَ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوْتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيَّا dan ayat 33 tentang Nabi Isa asوَالسَّلاَمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوْتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيَّا
9. Para ulama terkemuka yang terkenal istiqamah dari zaman ke zaman dan dari berbagai madzhab serta dari berbagai negeri telah menjadikan Peringatan Maulid Nabi saw sebagai sesutau yang Mustahsan, yaitu sesuatu yang dipandang baik.
Nabi saw menjamin umatnya tidak akan sepakat dalam kesesatan
لَنْ تَجْتَمِعَ أُمَّتِيْ عَلىَ الضَّلاَلَةِ
Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, apalagi para ulamanya maka ia baik.Dalam Musnad Imam Ahmad sebuah hadits Mauquf dari nAbdullah bin Mas’ud ra berbunyi :
مَا رَآهُ اْلمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَاللهِ حَسَنٌ, وَمَا رَآهُ اْلمُسْلِمُوْنَ قَبِيْحًا فَهُوَ عِنْدَاللهِ قَبِيْحٌ
10. Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw secara eksplisit dalam bentuk perayaan, memang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, tapi bukan berarti sebagai bid’ah Dholalah melainkan sebagai bid’ah Hasanah.
Para sahabat ra pernah melakukan apa yang tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW:
a)Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar ra menghimpun Al Qur’an dan membuat Mushafnya
b)Sayyidina Abu Bakar memerangi orang yang tidak mau membayar zakat.Padahal pada zaman Rasul saw, ketika Tsa’labah tidak mau membayar zakat, nabi tidak memeranginya.
c)Sayyidina Utsman memperbanyak Mushaf Al Qur’an dan mengirimnya ke berbagai wilayah
d)Sayyidina Umar ra menghimpun kaum Muslimin di bawah satu Imam Shalat Tarawih, dan beliau berkata :نِعْمَتِ اْلِبدْعَةِ هَذِهِ “ Inilah sebaik-baiknya Bid’ah “
10 BUKTI DARI ALQURAN DAN SUNNAH,
BAHWA MEMPERINGATI KELAHIRAN NABI SAW DAPATLAH DITERIMA
1. Perintah Meningkatkan Rasa Cinta dan Hormat kepada Nabi saw.

Dalil Pertama, Allah swt meminta Nabi saw. agar mengingatkan umatnya bahwa sangatlah penting bagi siapa saja yang menyatakan mencintai Allah swt untuk mencintai Nabi-Nya juga, “Katakanlah kepada mereka, ‘Jika kalian mencintai Allah swt, ikuti (dan cintai dan hormatilah) aku, niscaya Allah swt akan mencintai kalian’” (3:31).
Memperingati hari kelahiran Nabi saw. didorong oleh perintah untuk mencintai, menaati, mengingat, dan mengikuti contoh Nabi saw., serta merasa bangga dengannya sebagaimana Allah swt menunjukkan kebanggaan-Nya dengannya. Dalam Kitab Suci-Nya, Allah swt begitu membanggakannya dengan berfirman, “Sungguh engkau memiliki budi pekerti yang begitu agung” (68: 4).
Cinta kepada Nabi saw. dapat menjadi pembeda keimanan di antara kaum beriman. Dalam sebuah hadis sahih riwayat al-Bukhârî dan Muslim, Nabi saw. pernah bersabda, “Tak seorang pun di antara kamu beriman, sampai ia mencintaiku lebih dari ia mencintai anak-anaknya, orang tuanya, dan semua orang.” Dalam hadis al-Bukhârî lainnya, beliau bersabda, “Tak seorang pun di antara kamu beriman sampai ia mencintaiku lebih dari ia mencintai dirinya sendiri.” ‘Umar ibn al-Khaththâb ra berkata, “Wahai Nabi saw, Aku sungguh mencintaimu melebihi diriku sendiri.”
Kesempurnaan iman tergantung pada cinta kepada Nabi saw., karena Allah swt dan para malaikat-Nya terus-menerus menyatakan penghormatannya, sebagaimana begitu jelas disebutkan dalam ayat berikut, “Allah swt dan para malaikat-Nya berselawat kepada Nabi saw” (33:56). Perintah Tuhan, “Wahai orang-orang beriman, berselawatlah kepadanya,” segera menyusulnya, menambah jelas bahwa kualitas seorang mukmin sangat tergantung pada dan dijelmakan dengan pembacaan selawat kepada Nabi saw.
2. Nabi saw. Menekankan Hari Senin sebagai Hari Beliau Dilahirkan

Dalil Kedua, Abû Qatâdah al-Anshârî meriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya mengenai puasa di hari Senin. Beliau kemudian menjawab, “Hari itu adalah hari saya dilahirkan dan hari saya menerima wahyu.”1
Syekh Mutawallî al-Sya‘râwî menulis, “Banyak peristiwa luar biasa terjadi pada hari kelahirannya sebagaimana disebutkan dalam hadis dan sejarah. Malam waktu Nabi saw dilahirkan tidaklah seperti malam-malam kelahiran manusia lainnya.” 2
Sedangkan menurut Ibn al-Hajj, “Adalah suatu keharusan bagi kita pada setiap hari Senin bulan Rabiul Awal untuk meningkatkan ibadah kita sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt atas karunia-Nya yang begitu besar yang telah diberikan kepada kita–yaitu diutusnya Nabi saw. untuk membimbing kita kepada Islam dan kedamaian … Nabi saw., ketika menjawab seseorang yang bertanya kepada beliau mengenai puasa di hari Senin, menyatakan, “Aku dilahirkan pada hari itu.” Oleh karena itu, hari tersebut memberikan kehormatan bagi bulan itu, karena itu adalah harinya Nabi saw. … dan beliau pun mengatakan, “Aku junjungan (sayyid) bagi semua anak-cucu Adam as, dan aku mengatakannya tanpa kesombongan” … dan beliau pun mengatakan, “Adam as dan siapa saja keturunannya akan berada di bawah benderaku pada Hari Peradilan kelak.” Hadis-hadis ini diriwayatkan oleh al-Syaykhâni (al-Bukhârî dan Muslim). Muslim dalam Shahîh-nya menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda, “Pada hari itu, yaitu Senin, saya dilahirkan, dan pada hari itu pula risalah pertama disampaikan kepadaku.”3
Nabi saw. menaruh perhatian khusus pada hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah swt, karena memberinya kehidupan, dengan berpuasa pada hari itu, sebagaimana disebutkan dalam hadis Abû Qatâdah. Nabi saw. menyatakan kebahagiaannya akan hari tersebut dengan berpuasa, yang merupakan sebentuk ibadah. Sebagaimana Nabi saw. telah memberi perhatian khusus pada hari tersebut dengan berpuasa, maka ibadah dalam bentuk apa saja untuk memberi perhatian khusus atas hari tersebut dapat pula dibenarkan. Meskipun bentuk ibadahnya berbeda, tetapi esensinya tetap sama. Oleh karena itu, berpuasa, memberi makan fakir miskin, berkumpul untuk melantunkan pujian kepada Nabi saw., atau berkumpul untuk mengingat perilaku dan budi pekerti baiknya, semuanya dapat dipandang sebagai cara menaruh perhatian khusus pada hari tersebut.4
3. Allah swt Berfirman, “Bergembiralah dengan Nabi saw”

Dalil Ketiga, Menyatakan kebahagiaan dengan kedatangan Nabi saw. adalah perintah Allah swt dalam Alquran, sebagaimana firman-Nya, “Dengan karunia Allah swt dan rahmat-Nya, maka hendaklah mereka bergembira” (10:58).
Perintah ini ada karena rasa senang dapat membuat hati merasa bersyukur atas rahmat Allah swt. Rahmat Allah swt mana yang lebih besar ketimbang diri Nabi saw. sendiri. Allah swt menyatakan, “Tiadalah Aku utus engkau kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam” (21:107).
Karena Nabi saw. diutus sebagai rahmat untuk seluruh umat manusia, maka merupakan suatu keharusan, tidak saja atas muslimin tetapi juga semua umat manusia untuk merayakan kehadirannya. Sayangnya, masih ada sebagian muslim yang tampil menolak perintah Allah swt untuk bersuka ria atas kelahiran Nabi-Nya.
4. Nabi saw. Memperingati Peristiwa-Peristiwa Besar dalam Sejarah

Dalil Keempat, Nabi saw. selalu membuat hubungan di antara peristiwa-peristiwa agama dan sejarah, sehingga bila tiba suatu hari ketika terjadi suatu peristiwa penting, beliau mengingatkan para sahabat untuk merayakan hari itu dan menegaskan keistimewaannya, meskipun peristiwa tersebut terjadi pada masa yang sangat lampau. Dasarnya dapat ditemukan dalam hadis berikut.
Tatkala Nabi saw. sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura. Beliau bertanya mengenai hari tersebut, dan beliau diberi tahu bahwa pada hari itu Allah swt menyelamatkan Nabi mereka, yakni Musa as, dan menenggelamkan musuhnya. Karena itulah mereka berpuasa pada hari tersebut untuk bersyukur kepada Allah swt atas karunia ini.5
Pada saat itu juga Nabi saw. menanggapinya dengan hadis yang terkenal, “Kita lebih berhak atas Musa as daripada kalian,” dan beliau pun melakukan puasa pada hari itu dan hari sebelumnya.
5. Allah swt Berfirman, “Berselawatlah kepada Nabi saw”

Dalil Kelima, peringatan atas kelahiran Nabi saw. mendorong kita untuk berselawat kepada Nabi saw. dan menyampaikan pujian atasnya, yang menjadi suatu keharusan berdasarkan ayat, “Sesungguhnya Allah swt dan para malaikat-Nya berselawat kepada Nabi saw. Wahai orang-orang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi saw dan ucapkanlah salam kepadanya dengan sepenuh hati” (33:56). Karena datang bersama-sama dan mengenang jasa-jasa Nabi saw. dapat membawa kita untuk berselawat dan memujinya, maka ini selaras dengan perintah Allah swt. Siapakah yang punya hak untuk mengingkari keharusan yang telah diperintahkan Allah swt kepada kita melalui Alquran? Manfaat yang dibawa oleh ketaatan pada perintah Allah swt dan cahaya yang dibawanya ke dalam hati tidaklah dapat diukur. Lebih jauh lagi, keharusan tersebut dinyatakan dalam bentuk jamak, yaitu Allah swt dan para malaikat-Nya berselawat dan mengucap salam kepada Nabi saw.—secara bersama-sama. Karena itu, sama sekali tidaklah benar mengatakan bahwa membaca selawat dan salam kepada Nabi saw. tak boleh dilakukan secara berkelompok, tetapi harus sendiri-sendiri.
6. Pengaruh Menyaksikan Peringatan Kelahiran Nabi terhadap Kaum Kafir
Dalil Keenam, mengungkapkan kegembiraan dan memperingati hari kelahiran Nabi saw., dengan karunia dan rahmat Allah swt, dapat mendatangkan keberuntungkan bagi orang kafir sekalipun.6 Imam al-Bukhârî menyatakan dalam hadisnya bahwa setiap hari Senin, Abû Lahab dibebaskan dari siksaannya di alam kubur, karena ia telah memerdekakan budak perempuannya, yaitu Tsuwaybah, pengasuh Nabi saw. Beberapa ulama, di antaranya Ibn Katsîr dan Ibn Nâshir al-Dîn al-Dimasyqî, mengatakan bahwa ini karena Abû Lahab sangat bergembira tatkala Tsuwaybah membawa kabar kepadanya tentang kelahiran keponakannya itu. Meskipun demikian, agaknya pemerdekaan ini terjadi pada saat Nabi saw sudah dewasa, yaitu pada saat hijrah ke Madinah.7
Tentang hal ini, Hafiz Syams al-Dîn Muhammad ibn Nâshir al-Dîn al-Dimasyqî menulis bait syair berikut, “Bila ini, seorang kafir yang dikutuk untuk kekal di neraka dengan ucapan ‘celakalah kedua tangannya’ (Q. 111), dikatakan menikmati masa tenang pada setiap hari Senin, karena ia bergembira dengan (kelahiran) Ahmad saw, lantas bagaimana menurutmu seorang hamba yang, sepanjang hidupnya, bergembira dengan Ahmad saw, dan meninggal seraya mengucap, ‘Ahad (Esa)’”8
7. Keharusan Mengetahui Sirah Nabi saw. dan Meniru Perilakunya
Dalil Ketujuh, kita dituntut untuk mengetahui Nabi saw., baik kehidupannya, mukjizatnya, kelahirannya, perilakunya, keimanannya, tanda-tanda (kenabian)-nya, khalwatnya, ataupun ibadahnya. Tidakkah mengetahui hal-hal seperti ini merupakan keharusan bagi setiap muslim?
Apa lagi yang lebih baik dari merayakan dan memperingati kelahirannya, yang mewakili babak penting hidupnya, untuk dapat memahami kehidupannya? Memperingati kelahirannya akan mengingatkan kita tentang segala hal lain yang berhubungan dengan kehidupannya, sehingga memungkinkan kita untuk mengenal perjalanan hidup (sirah) Nabi saw. dengan lebih baik. Kita akan lebih siap untuk menjadikan Nabi saw. sebagai panutan, memperbaiki diri kita, dan meniru kepribadian beliau. Itulah mengapa perayaan hari kelahirannya merupakan suatu karunia besar bagi seluruh umat muslim.
8. Nabi saw. Setuju dengan Syair Pujian Terhadapnya
Dalil Kedelapan, sudah diketahui benar bahwa pada masa Nabi saw., para penyair berdatangan ke hadapannya dengan berbagai jenis karyanya yang berisi pujian terhadapnya. Mereka menulis dalam syair-syair tersebut tentang perang dan panggilan jihadnya, juga tentang para sahabatnya. Ini dapat ditemukan dalam berbagai syair yang dikutip dalam sirah Nabi saw. yang disusun oleh Ibn Hisyâm, al-Wâqidî, dan yang lain. Nabi saw. sangat senang dengan syair yang bagus, sebagaimana diriwayatkan al-Bukhârî dan yang lain bahwa beliau bersabda, “Dalam syair itu ada hikmah (kata-kata bijak).”9 Paman Nabi saw., al-‘Abbâs, menggubah sebuah syair yang menyanjung kelahiran Nabi saw, yang memuat bait-bait berikut:
Tatkala engkau dilahirkan, bumi bersinar terang,
Dan cakrawala benderang penuh cahayamu,
Sehingga kami dapat tembus memandang,
Segala syukur kupanjatkan atas sinar terang,
Cahaya dan jalan yang menunjuki itu.10
Ibn Katsîr menyebutkan fakta bahwa, menurut para sahabat, Nabi saw. memuji namanya sendiri dan membacakan syair tentang dirinya di tengah-tengah Perang Hunain untuk membangkitkan semangat para sahabatnya dan membuat takut musuh-musuhnya. Pada hari itu beliau mengatakan: “Akulah Nabi saw! Ini bukan kebohongan. Aku anak ‘Abd al-Muthâlib.”
Nabi saw. merasa senang dengan orang-orang yang menyampaikan pujian kepadanya, karena itu merupakan perintah Allah swt dan beliau pun suka memberi mereka sesuatu yang Allah swt anugerahkan kepadanya. Allah swt sudah pasti sangat menyenangi orang-orang yang berkumpul dan berusaha mengenali dan mencintai Rasulullah saw.
Menyanyi dan Membacakan Syair
Ada keterangan kuat bahwa Nabi saw. menyuruh ‘Â’isyah membiarkan dua gadis menyanyi pada hari raya. Beliau berkata kepada Abû Bakr, “Biarkanlah mereka menyanyi, karena setiap bangsa memiliki hari rayanya, dan hari ini adalah hari raya kita.” Ibn al-Qayyim berkomentar bahwa Nabi saw. juga mengizinkan menyanyi pada perayaan perkawinan, dan membolehkan syair dibacakan kepadanya.11 Beliau mendengarkan Anas dan para sahabatnya yang memuji-mujinya dan membacakan syair-syair sambil menggali tanah sebelum terjadinya Perang Khandak (Parit) yang terkenal itu; beliau mendengarkan mereka yang mengatakan: “Kitalah orang-orang yang memberikan baiat (sumpah setia) kepada Muhammad saw untuk berjihad sepanjang hayat.”
Ibn al-Qayyim juga menyebutkan bahwa ‘Abd Allâh ibn Rawâhah membacakan sebuah syair panjang yang memuji-muji Nabi saw. tatkala beliau memasuki Mekah, yang setelah itu Nabi saw. berdoa untuknya. Nabi saw. berdoa agar Allah swt memberi kekuatan kepada al-Hasan ibn Tsâbit dengan ruh suci sehingga ia dapat mendukung Nabi saw. dengan syair-syairnya. Demikian pula, Nabi saw. pernah menghadiahi Ka‘b ibn Zuhayr sebuah jubah karena syair pujiannya. Nabi saw. pernah meminta al-Syarîd ibn Suwayd al-Tsaqafî untuk membacakan sebuah syair pujian sepanjang seratus bait yang digubah oleh Umayyah ibn Abî al-Salt.12 Ibn al-Qayyim melanjutkan, “‘Â’isyah selalu membacakan syair-syair yang memujinya dan beliau pun merasa senang dengannya itu.”
Umayyah ibn Abî al-Salt adalah seorang penyair jahiliah yang meninggal sebelum Islam datang. Ia seorang saleh yang tidak lagi minum khamar ataupun menyembah berhala.13 Bagian dari syair pujian yang mengiringi penguburan Nabi saw. yang dibacakan oleh al-Hasan ibn Tsâbit, menyatakan:
Aku katakan, dan tak seorang pun dapat menemukan cela dari ucapanku
Kecuali orang yang telah kehilangan segala akal sehatnya:
Aku tidak akan pernah berhenti menyanjung dan memujinya
Karena dengan berbuat begitu, mungkin aku akan kekal di dalam surga
Bersama Sang Pilihan, yang dorongannya untuk itu aku harapkan.
Dan untuk mencapai hari itu, segala ikhtiarku kupertaruhkan.14
Membaca Alquran dan Melagukannya
Ibn al-Qayyim mengatakan dalam Madârij al-Sâlikîn,
Allah swt telah membolehkan Nabi-Nya saw. membaca Alquran dengan cara dilagukan. Abû Mûsâ al-Asy‘arî ra suatu kali membaca Alquran dengan suara merdu, sementara Nabi saw mendengarkannya. Setelah ia selesai, Nabi saw. mengucapkan selamat kepadanya atas bacaannya dengan suara merdu dan berkata: “Engkau memiliki suara yang indah.” Beliau pun menyatakan tentang Abû Mûsâ al-Asy‘arî bahwa Allah swt telah memberinya satu dari mizmar (seruling) Dâwud. Kemudian Abû Mûsâ ra berkata: “Ya Rasulullah saw, kalau saja aku tahu bahwa engkau mendengarkanku, aku pasti akan membacakannya dengan suara yang jauh lebih merdu dan lebih indah yang belum pernah engkau dengar sebelumnya.”
Ibn al-Qayyim juga meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Hiasilah Alquran dengan suara-suaramu,” dan “Barang siapa tidak melagukan Alquran bukanlah dari golongan kita.” Ibn al-Qayyim kemudian mengomentari:
Mendapatkan kesenangan dengan suara indah adalah diperbolehkan, sebagaimana mendapat kesenangan dengan pemandangan yang indah, seperti gunung atau alam, atau dari wewangian, atau makanan lezat, selama sesuai dengan syariah. Apabila mendengarkan suara yang indah diharamkan, maka mencari kesenangan dengan semua hal-hal lainnya pun diharamkan juga.
Nabi saw. Membolehkan Bermain Gendang Bila dengan Niat Baik
Ibn ‘Abbâd, seorang ahli hadis, memberikan fatwa berikut dalam Rasâ’il-nya. Ia memulai dengan sebuah hadis,
Seorang gadis datang kepada Nabi saw. ketika beliau baru pulang dari salah satu peperangan. Gadis itu berkata: “Ya Rasulullah saw, saya telah bersumpah kepada Allah swt bahwa bila Allah swt mengirim engkau kembali dalam keadaan selamat, saya akan memainkan gendang ini di dekatmu.” Nabi saw. kemudian berkata: “Tunaikanlah sumpahmu itu.”15
Ibn ‘Abbâd kemudian melanjutkan:
Tidak syak lagi bahwa menabuh gendang merupakan sejenis hiburan, meskipun demikian Nabi saw. menyuruh gadis tersebut untuk menunaikan sumpahnya. Beliau melakukannya karena niatnya adalah untuk menyambut beliau karena telah pulang dengan selamat, dan niatnya itu suatu niat baik, bukan niat melakukan dosa atau membuang waktu. Karena itu, bila ada orang yang merayakan saat-saat kelahiran Nabi saw. dengan cara yang baik dan dengan niat yang baik seperti dengan membaca sirah Nabi dan menyampaikan puji-pujian kepadanya, maka itu diperbolehkan.
9. Nabi saw. Menaruh Perhatian Khusus pada Kelahiran Para Nabi

Dalil Kesembilan, Nabi saw. dalam hadisnya memberikan perhatian khusus pada hari dan tempat kelahiran nabi-nabi terdahulu. Sehubungan dengan keistimewaan Jumat sebagai hari besar, Nabi saw. mengatakan, “Pada hari tersebut (yaitu Jumat), Allah swt menciptakan Adam as.” Dengan demikian, hari Jumat diberi penekanan karena Allah swt menciptakan Adam as pada hari tersebut. Hari tersebut diberi perhatian khusus karena hari tersebut menyaksikan penciptaan seorang nabi dan bapak semua umat manusia. Bagaimana halnya dengan hari ketika seorang nabi teragung dan manusia terbaik diciptakan? Nabi saw. bersabda: “Sungguh Allah swt telah menciptakanku sebagai Penutup para Nabi (khatam al-nabiyyîn) sementara Adam as di antara air dan tanah.”16
Mengapa al-Bukhârî Memberi Perhatian Khusus pada Kematian di Hari Senin
Imam al-Qasthallânî, dalam komentarnya atas al-Bukhârî, mengatakan:
Dalam bagian “al-Jana’aiz (Jenazah)”, al- Bukhârî menamai satu bab utuh “Mati pada Hari Senin”. Di dalamnya ada sebuah hadis dari ‘Â’isyah as yang meriwayatkan pertanyaan dari ayahnya (Abû Bakr al-Shiddîq ra), “Pada hari apakah Nabi saw. wafat?” Ia menjawab: “Hari Senin.” Beliau bertanya: “Hari apa sekarang?” Ia menjawab: “Ayah, sekarang hari Senin.” Abû Bakr ra pun kemudian mengangkat tangannya dan berkata: “Ya Allah swt aku memohon kepadamu biarkanlah aku meninggal pada hari Senin agar bersamaan dengan hari wafatnya Nabi saw.”
Imam al-Qasthallânî melanjutkan:
Mengapa Abû Bakr ra memohon agar kematiannya terjadi pada hari Senin? Karena dengan begitu, kematiannya akan bersamaan hari dengan hari wafatnya Nabi saw., maksudnya untuk mendapatkan barakah dari hari tersebut … Apakah ada orang yang akan mencela permohonan Abû Bakr ra untuk meninggal pada hari tersebut untuk mendapatkan barakah? Pada masa sekarang, mengapa ada orang-orang yang mencela kegiatan merayakan dan memberi perhatian khusus pada hari kelahiran Nabi saw. dengan maksud memperoleh keberkahan?
Nabi saw. Memberi Perhatian pada Tempat Kelahiran Para Nabi
Sebuah hadis yang dianggap sahih oleh Hafiz al-Haytsamî menyatakan bahwa, pada malam Isra Mikraj, Nabi saw. disuruh oleh Jibril as untuk salat dua rakaat di Bayt Lahm (Bethlehem). Jibril as bertanya kepadanya, “Tahukah engkau di manakah engkau melakukan salat?” Ketika Nabi saw. bertanya kepadanya “Di mana?” Ia memberi tahu beliau, “Engkau salat di tempat Isa dilahirkan.”17
10. Ijmak Ulama tentang Peringatan Maulid Nabi saw.
Dalil Kesepuluh, memperingati hari kelahiran Nabi saw. merupakan suatu tindakan yang telah dan masih disepakati oleh para ulama di dunia Islam. Untuk alasan inilah, hari tersebut dijadikan sebagai hari libur di semua negara muslim. Allah swt tentu meridainya karena selaras dengan perkataan Ibn Mas‘ûd, “Apa saja yang dipandang baik oleh mayoritas muslimin, itu baik di sisi Allah swt; dan apa saja yang dipandang buruk oleh mayoritas muslimin, itu buruk di sisi Allah swt.”18
Dikutip dari: Buku Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi saw
Oleh Mawlana Syekh Hisyam Kabbani qs
Penerbit: Serambi
http://www.mevlanasufi.blogspot.com/


Dalil Alqur'an tentang Maulidurrasull

Ditulis Oleh: Munzir Almusawa   
Semangat Para Pembela Rasul saw di Bangka IX


ImageAhad 9 April 2006, pukul 20.30 wib, Masjid Baitulmajid Bangka IX Mampang Prapatan Jakarta selatan dipenuhi masyarakat sekitar, kami menerima laporan bahwa wilayah ini adalah salah satu wilayah yang terserang wabah gerakan kelompok anti maulid, dan hal ini bukan hanya terjadi di wilayah Bangka semata, sebagaimana beberapa wilayah wilayah lainnya seperti Depok, Radio dalam, dan wlayah wilayah cakupan Cabang mejelis Rasulullah saw lainnya,dan kini memang wabah ini telah bertebaran di hampir seluruh belahan Bumi, bahkan Yaman, makkah dan Madinah, mereka menebar fitnah pada masyarakat dan memecah belah keluarga dan ulama-ulama serta tokoh-tokoh masyarakat hingga saling bermusuhan dan memutus hubungan silaturahmi, demikianlah akibat buruk dari Ma'had mereka yang bercokol di wilayah tersebut, ma'had berkedok Taklim Alqur'an ini ternyata adalah sumber musibah bagi masyarakat wilayah sekitar.
Tiga bulan yang lalu, beberapa pemuda yang sudah aktif di Majelis Rasulullah saw mengadukan keadaan masyarakat mereka, sebagaimana telah mendahului mereka pengaduan dari Aktifis Majelis Rasulullah wilayah Depok, maka kamipun segera mengatur jadwal untuk meluncur ke wilayah itu, Majelis Rasulullah saw mulai membuat majelis bulanan, sambutan majelis pertama cukup hangat, lalu kami bergabung dengan Organisasi pemuda Pela Mampang bersama para ulama dan ustadz ahlussunnah waljamaah setempat, maka majelis semakin dahsyat, Puncaknya adalah pada ahad malam 9 april yang lalu, masyarakat berdesakan, anak-anak, pemuda, orang tua, lelaki dan wanita, jumlah mereka mencapai lebih dari 1000 (seribu) personil yang memadati Masjid baitulmajid dan jalan dan bahkan pelataran luas, mereka telah rindu dengan maulid dan ceramah agama yang menyejukkan sanubari, sanubari mereka bangkit untuk mengenal keluhuran, mereka bosan berpecah belah dan bermusuhan mengikuti ajaran fitnah yang sedang gencar di wilayah sekitar, dan pada 14 april 2006 mendatang Insya Allah akan diadakan majelis akbar maulid Nabi saw bertempat di Masjid Attaqwa Bangka III, yang telah sepuluh tahun terakhir tak pernah lagi diperbolehkan untuk diadakan acara Maulid Nabi saw.., padahal Pimpinan Masjid itu seorang yang Mahabbah pada Rasul saw, namun ia pun kerepotan menghadapi fitnah dari gerakan anti maulid ini, maka gerakan pemuda Pencak silat di wilayah itupun bangkit semangat mereka untuk mendukung cahaya Dakwah sang nabi saw di masjid mereka, maka pada 14 april ini, Masjid Attaqwa ini akan bergemuruh dengan dzikir dan shalawat pada nabi saw, sebagaimana Makkah yg kurang lebih sepuluh tahun tertutup dari Cahaya Bimbingan Muhammad saw, lalu terjadilah Fatah makkah, dan kini Insya Allah Fatah Masjid Attaqwa terbuka dengan kekuatan Rabbul 'alamin melalui semangat para Pemuda dan Masyarakat yg beridolakan Sang Nabi saw.
Sebenarnya yang menjadi permasalahan bukanlah perbedaan masalah khilafiyah, namun yang menjadi masalah yang harus diluruskan adalah bahwa gerakan fitnah ini membuat terpecah belahnya masyarakat, mereka berusaha sekuat tenaga membuat masjid-masjid Ahlussunnah waljamaah berantakan dan pengurusnya saling bermusuhan, maka jelaslah harus diberantas dan diperangi, dengan kelembutan tentunya, dengan bayan dan dalil yang jelas dan shahih, dan juga dalil-dalil 'aqli yang merupakan mutiara hikmah dari hikmah ilahiah, dan meluruskan kesesatan mereka yang berhujjah dengan hawa nafsu dan kesesatan, demikianlah kemenangan Sayyidina Muhammad saw..
Semoga Allah mencurahkan Rahmat dan Pertolongan Nya pada kami, untuk terus membersihkan wilayah ini dari sampah yang paling berbahaya dan penyakit menular yang paling kronis, yaitu penyakit hati yg menolak kemuliaan Muhammad saw, penyakit ini adalah penyakit Iblis yg menolak memuliakan Adam as, sebagaimana Iblis tak pernah menolak bila diperintahkan sujud kepada Allah swt, namun Iblis menolak memuliakan orang yg dimuliakan Allah swt, penyakit kronis ini menular dan hingga kini wabah ini sedang gencar gencarnya menyerang masyarakat muslimin.. Semoga dalam waktu dekat bangkitlah semangat muslimin untuk mengobati dirinya, keluarganya, anak-anaknya, tetangganya, masyarakatnya, dengan beridolakan Sayyidina Muhammad saw, satu-satunya idola yang paling pantas untuk dicintai, digandrungi dan dipanut segala gerak geriknya sepanjang masa.
Ada apa pada kelahiran Sang Nabi saw ?
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : "dan Engkau saat kelahiranmu terbitlah cahaya di permukaan Bumi dan terang benderanglah Angkasa dengan cahayamu, maka kami selalu dalam naungan sinar itu dan dalam cahaya yang terang benderang dan terus mendalami Bimbingan Kebahagiaan" Syair diatas diriwayatkan :
- Majmu'izzawa'id oleh Imam Ibn Hajar Alhaitsami Juz 8 / hal 217
- Almustadrak 'Ala Shahihain oleh Imam Hakim Juz : 3 / hal : 34 / hadits no.5417
- Majmu'ul Kabiir Imam Thabrani Juz.4 / hal.213 / hadits no.4167
- Sir A'lamunnubala oleh Imam Addzahabiy Juz.2 / hal.103
- Shafwatusshafwah oleh Imam Abul Faraj Juz.1 / hal.54
- Al Isti'ab oleh Imam Yusuf Ibn Abdulbar Juz 2. / hal.447
Demikian luapan kegembiraan para sahabat Rasul saw dalam merayakan dan memuliakan hari kelahiran Sang Nabi saw, demikian pula kesemua orang-orang mukmin hingga kini, selalu ingin membangkitkan syiar agar bangkit pada sanubari ummat ini semangat untuk mengingat dan mencintai Sang Nabi saw. Dan siapapula yang tak gembira dengan kelahiran sang Nabi saw?, hanya syaitan dan pengikutnya yang sangat membenci hari kelahiran pembawa hidayah ini, dan tiada hari yang paling mereka benci sepanjang usia bumi ini selain hari kelahiran sang Nabi saw, karena dengan lahirnya Nabi terakhir ini, bermulalah seluruh kemuliaan yang menyempurnakan seluruh ajaran ajaran Allah sebelumnya, namun sebaliknya para Mukminin, khususnya ummat beliau saw, tentulah bagi mereka tak ada kegembiraan melebihi kegembiraan pada hari kelahiran sang Nabi saw.
Allah swt berfirman dalam surat Al Hijr ayat 72, "DEMI USIAMU (Wahai Muhammad), SUNGGUH MEREKA ITU TEROMBANG AMBING DALAM KESESATAN", Ayat tersebut sebagaimana Tafsir Imam Qurtubi, Tafsir Imam Thabari, Shahih Bukhari dan Ijma' segenap Ulama bahwa Allah swt menunjukkan kemuliaan Sang nabi saw dan Allah Bersumpah dengan Kehidupan sang nabi saw, ada apa pada kehidupan sang Nabi ?, karena pada kehidupan beliaulah Allah menyempurnakan segenap ajaran ajaran Nya yg terdahulu melalui para Nabi sebelum beliau saw, Dan usia beliau ini tentunya dimulai pada Kelahiran beliau saw hingga wafatnya, maka fahamlah kita betapa mulianya hari kelahiran beliau saw, sebagaimana Allah bersumpah dengan usia beliau saw.
Seputar acara pesta kelahiran Sang Nabi saw.
Mengenai perayaan kelahiran Rasul saw memang tak pernah diadakan di zaman Rasul saw, tak pula di zaman sahabat radhiyallahu'anhum, karena memang tak perlu dirayakan, karena tak dirayakanpun mereka telah sangat mencintai Rasul saw dan beridolakan Rasul saw, sebagaimana sedemikian banyak syair-syair para sahabat yang diantaranya disebutkan diatas. Ketika semakin jauhnya ummat ini dari kehidupan sang Nabi saw, maka mereka semakin jauh dari syariah, semakin jauh dari ketaatan, semakin jauh dari mengenal sang Nabi saw apalagi mencintainya, apalagi beridolakan beliau saw, maka para Ulama mulai berfikir untuk menghidupkan kembali semangat kecintaan pada Nabi saw, karena seluruh ketaatan kepada Allah adalah Syariah dan Sunnah Rasul saw, bila seseorang telah mencintai Nabinya, maka tentulah mereka akan mengikuti ajarannya saw.
Maka dibuatlah perayaan untuk membesarkan syiar kelahiran Nabi saw, dan hal ini merupakan Bid'ah hasanah, sebagaimana penjilidan Alqur'an pun merupakan Bid'ah hasanah, karena tak ada perintah dalam ayat manapun ataupun hadits Rasul saw agar Alqur'an di bukukan dalam satu kitab, hal ini merupakan Ijma' sahabat di masa Khilafah Utsman bin Affan ra, sebagaimana dikumpulkanlah seluruh Qurra' dan Huffadh yang ada, termasuk padanya Ali bin Abi Thalib ra, Abdullah bin Abbas ra, Abdullah bin Umar ra, dan seluruh Ulama sahabat, lalu ditulislah satu kitab dengan kesaksian mereka semua, dan disahkan sebagai Kitab Alqur'an (Al Itqan, oleh Alhafidh Imam Assuyuthi).
Inilah Bid'ah terbesar yang pernah ada dalam ummat ini, namun ini adalah Bid'ah hasanah, karena merupakan maslahat bagi ummat. Demikian para sahabat, mereka tak menuding seluruh Bid'ah adalah kemungkaran, sebagaimana pemahaman sempit yang muncul di zaman sekarang.. Lalu muncul pula Bid'ah bid'ah lainnya, seperti Pembukuan Hadits, juga Ilmu Hadits, Ilmu Mustalah Hadits, Ilmu Tafsir, yang kesemua itu adalah Bid'ah Hasanah. Lalu pula pemberian titik pada Alqur'an, karena di zaman sahabat Alqur'an itu belum ada titiknya, hingga tak dapat dibedakan antara Jiim, haa, atau Khaa'. Tak pula bisa dibedakan antara Taa, Tsaa, dan Baa'. Barulah kemudian diberi titik, jauh setelah zaman sahabat radhiyallahu'anhum, inipun Bid'ah, namun siapa pula yang dapat mengenal membaca Alqur'an dimasa kini bila tidak ada titiknya?, sahabat memahaminya karena mereka hafal atau paling tidak sering mendengarnya dari Rasul saw. Lalu kemudian dimasa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Alquran itu diberi harakah, yaitu Fathah, Kasrah, Dhammah, Tasydiid, dan lainnya. Tidak lain agar lebih mudah dibacanya, dan inipun Bid'ah.
Demikian pula perayaan Maulid Nabi saw, yang diada-adakan dengan tujuan mulia, yaitu memunculkan sosok Muhammad saw sebagai idola dan Pimpinan Terbesar, dan tak ada tujuan lain selain membangkitkan kecintaan pada beliau saw, dan ini merupakan Bid'ah hasanah. Sebagaimana landasan kita dan landasan para Ulama'inalkiram dan para sahabat mengenai Bid'ah Hasanah yaitu Hadits riwayat Imam Muslim Sabda Rasul saw :
"Barangsiapa yang membuat buat didalam islam kebiasaan yang baik, maka baginya pahalanya dan pahala semua yang mengamalkannya tak dikurangkan sedikitpun dari pahala itu, dan Barangsiapa yang membuat-buat didalam islam kebiasaan yang buruk, maka baginya dosanya dan dosa semua yang mengamalkannya tanpa dikurangkan sedikitpun dari dosa-dosa itu". (Shahih Muslim Juz.2 / hal.705 / hadits no.1017 dan juga pada Juz.4 / hal.2059 / hadits no.1017).
Maka gemuruhlah barat dan Timur dengan perayaan kelahiran Rasul saw, Alhamdulillah.. walaupun tak dapat dipungkiri bahwa ada oknum yang membuat perayaan ini sebagai kedok dengan maksud lain, entah politik kah atau lainnya, sebagaimana pernah terjadi pada Dinasti Fathimiyyun, namun itu semua merupakan hal yang lumrah terjadi dalam segala hal, dan tidak bisa dijadikan landasan dalil untuk mengharamkan perayaan maulid Nabi saw, karena hal itu terjadi pula pada pembangunan masjid, sedekah, Kurban dan lainnya, mestilah ada penyelewengan, maka apakah dengan sebab penyelewengan itu lalu kita melarang pembangunan masjid, sedekah, atau kurban dan lainnya?, hanya karena oknum?.
Oleh sebab itu jelaslah bagi kita, dan wajib bagi setiap muslim untuk bergembira atas kelahiran Nabinya saw, dan sangat mulia bila kita mengadakan tasyakkuran atas kelahiran beliau saw, dengan tujuan utama adalah membangkitkan sanubari ummat untuk kembali pada sunnah Nabi saw, beridolakan Nabi saw, mencintai Nabi saw, atau paling tidak kita jadikan perayaan Maulid ini ajang silaturahmi dan amr ma'ruf nahi munkar dalam Dakwah ilallah.
Mengenai penentuannya setiap tahun sekali, maka itu tak ada larangannya, boleh-boleh saja setahun sekali, atau sebulan sekali, atau seminggu sekali, atau sebagaimana Gerakan Dakwah "Majelis Rasulullah saw" kita ini, yang mengadakannya setiap hari, bukan lain dengan maksud sebagai Medan Dakwah untuk menyampaikan risalah beliau saw. Wallahu a'lam..
Terakhir Diperbaharui ( Tuesday, 25 April 2006 )


Senin, 21 Februari 2011

Puasa Senin kemis sebagai Dalil Peringatan Maulid nabi SAW

Setiap insan pasti memiliki keinginan menjalani hidupnya dengan penuh berkah dan dan selalu dicintai Allah. Sifat Allah yang Maha Penyayang tentu sangat merestui kedua keinginan tersebut. Salah satu jalan yang disediakan Allah adalah berpuasa. Dalam agama Islam, berpuasa tidak hanya dapat dilakukan di bulan Ramadhan saja, tapi di bulan-bulan lain pun kita tetap dapat melaksanakann tetapi kategorinya sunnah. Diantara sekian banyak puasa-puasa sunnah, puasa Senin-Kamis adalah salah satunya. Dikalangan umat Islam, puasa Senin-Kamis terbilang cukup populer karena dianggap sebagai semacam “tirakat” untuk mencari solusi atas permasalahan-permasalahan hidup, atau sebagai upaya untuk meraih cita-cita dan keinginan.
Melalui tulisan ini saya tidak akan memberikan suatu pengetahuan mengenai manfaat atau pun kelebihan puasa Senin-Kamis dari segi psikologis atau pun dari segi kesehatan karena mungkin sebahagian dari kita sudah tahu.
Tetapi, yang menjadi sorotan pada kesempatan kali ini, yakni saya mengangkat tema berkenaan dengan “Rahasia Dilaksanakannya Puasa Di Hari Senin Dan Kamis”. Karena banyak diantara kita yang melaksanakan puasa di Hari Senin dan Kamis semata-mata ingin melaksanakan sunnah Rasulullah saw., tanpa mengetahui rahasia dibaliknya.
Semasa hidupnya Rasulullah saw. selalu rutin menjalankan Ibadah ini karena manfaatnya sangat baik untuk kesehatan, dan melanggengkan sifat istiqomah (konsisten dan teguh). Adapun hikmahnya yang lebih tinggi adalah dapat menambal puasa kita pada bulan Ramadhan yang berkurang atau hilang pahalanya, seperti halnya shalat-shalat Sunnah Nawafil berfungsi sebagai penambal shalat 5 waktu. Jadi sebahagian dari kita pun kurang tahu mengapa puasa sunnah Senin-Kamis dilaksanakan diHari Senin Dan Kamis bukan dihari-hari lain, oleh karena itulah saya tertarik untuk mengangkat tema ini.
BERKAH DI HARI SENIN DAN KAMIS
Dikalangan kaum muslimin pada umumnya ada beberapa hari, bulan, ataupun waktu-waktu tertentu yang diyakini memiliki keitimewaan tersendiri. Hari jum’at misalnya, disebut sebagai hari yang paling diagunggakan (sayyidul ayyam), hari terbaik yang disinari matahari dibanding hari-hari yang lainnya, dan merupakan hari raya mingguan umat Islam.
Sedangkan bulan yang dimuliakan adalah bulan Ramadhan dimana kita ketahui bahwa bagi masyarakat muslim diyakini pada salah satu malam di bulan ini ada yang disebut dengan Lailatur Qadar, malam diturunkannya Al-Qur’an. Pada bulan ini pula Allah menurunkan kitab suci Al-Qur’an diulang bacaannya oleh jibril.
Demikian pula halnya dengan Hari Senin dan Kamis, ada alasan tersendiri mengapa Rasulullah saw. memberikan contoh melakukan puasa di hari-hari tersebut. Sebagaimana riwayat dari Aisyah r.a. berikut:
“Rasulullah saw. sangat antusias dan bersungguh-sungguh dalam melakukan puasa pada Hari Senin dan Kamis.” (H.R. Turmudzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad).
Berikut ini adalah berkah-berkah yang dapat kita jumpai diHari Senin dan Kamis:
1. Hari Ketika Amal Para Hamba Diperiksa.
Menurut riwayat nabi Muhammad saw., amal para hamba akan dilaporkan dan diperiksa oleh Allah pada tiap bulan Sya’ban setiap tahunnya, seperti diterangkan dalam hadits berikut:
“Aku (Usamah bin Zaid) pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa di bulan-bulan, sebagaimana aku melihat engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?” Beliau bersabda, Ia adalah bulan dimana orang-orang melupakannya diantara Rajab dan Ramadhan. Ia Adalah bulan yang didalamnya diangkat amalan-amalan kepada Rabbul Alamin. Maka aku suka jika amalku diangkat, sedang aku orang yang berpuasa.” (H.R. Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Zanjawaih, Abu Ya’la, Ibnu A’sim, dan Al-Bawqardi)
2. Hari Dibukakannya Pintu-Pintu Surga
Dalil yang menguatkan hal ini adalah hadits yang termaktub dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw., bersabda:
“Pintu-pintu surga dibuka pada Hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun akan diampuni dosa-dosanya, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, “Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini hingga keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini hingga keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap orang ini hingga keduanya berdamai.”(H.R. Muslim)
3. Senin, Hari Kelahiran dan Diutusnya Nabi Muhammad saw.
Menurut hadits riwayat Muslim yang diterima dari Abu Qatadah, pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw., tentang puasa Hari Senin, maka Rasulullah menjawab: “Itulah hari aku dilahirkan, aku dibangkitkanmenjadi rasul, dan Alquran diturunkan kepadaku.” (H.R. Muslim)
Nampaklah bahwa Hari Senin dan Kamis memang hari yang penuh berkah dan kemuliaan. Maka, sudah sepantasnya kita sebagai umat Muhammad memuliakan dan mengagunggkan hari kelahiran beliau dengan cara berpuasa sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Ta’ala, karena pada hari itu Allah telah menurungkan seorang hamba-Nya yang istimewah. Bahkan dalam satu riwayat diceritakan, bahwa pada hari kelahirannya, semua makhluk yang hidup dipermukaan bumi hingga makhluk yang terkecil sekalipun ikut merasakan kegembiraan menyambut datangnya utusan Allah.
Pada Hari Senin pula, Allah menurungkan Wahyu-Nya berupa kitab suci Alquran kepada nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, nabi menyambut hari tersebut dengan ritual khusus yakni berpuasa, sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat dan petunjuk-Nya yang agung.
4. Keutamaan Lain Yang Dimiliki Hari Kamis
Dalam hadits riwayat Ibnu Jarir, dari Abu Bakar r.a, Rasulullah saw. bersabda:
“Allah menciptakan bumi pada hari Ahad dan Senin. Dia menciptakan gunung-gunung pada hari selasa. Dia menciptakan kota-kota, makanan kekuatan, sungai-sungai, kemakmuran, dan kerusakannya pada hari Rabu. Dan Dia menciptakan langit dan Malaikat pada Hari Kamis sampai tiga saat, maksudnya dari hari Jum’at”
Dalam riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah saw. bersabda:
“Berpagi-pagilah kalian dalam mencari Ilmu, sungguh aku telah meminta kepada Rabb-ku agar memberi keberkahan umatku diwaktu pagi mereka. Dan Dia menjadikan keberkahan itu pada Hari Kamis.” (H.R. Thabrani)
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas , maka disunnahkan bagi seorang Muslim untuk berpuasa pada dua hari ini, sebagai puasa tathawwu’ (Sunnah). Jadi inilah sekelumit mengenai mengapa Puasa Sunnah Senin-Kamis dilaksanakan di Hari Senin dan Kamis dan tidak dilaksanakan dihari-hari yang lain.
5.Hikmah dilaksanakanya puasa hari senin dan kamis
Sungguh amat dangkal ilmunya yang berkata bahwa memperingati kelahiran Nabi Muhammad Saw tidak ada contoh  dari Rasulullah Saw, Rasulullah menghormati hari kelahiranya sebagai bentuk rasa syukur kpada Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya, semoga Allah memberikan kita kebaikan yang bertambha-tambah karena seringnya kita bersholawat kepada nabiAllah muhammad Saw da dapat mengamalkan puasa senin dan kamis sebagai cintanya kita kepada Sunahnya...hanya kepda Allah kita berserah diri..


Kamis, 10 Februari 2011

Syekh Saman Al-Madani Al-Hasani (pendiri Tarekat Sammaniyah)

Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan sang tokoh pendirinya, yaitu Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samani al-Hasani ai-Madani al-Qadiri al-Quraisyi. Ia adalah seorang fakih, ahli hadis, dan sejarawan pada masanya. Dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 1132 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1718 Masehi. Keluarganya berasal dari suku Quraisy.
Semula, ia belajar Tarekat Khalwatiyyah di Damaskus. Lama-kelamaan, ia mulai membuka pengajian yang berisi teknik zikir, wirid, dan ajaran tasawuf lainnya. Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah SWT yang akhirnya disebut sebagai Tarekat Sammaniyah. Sehingga, ada yang mengatakan bahwa Tarekat Sammaniyah adalah cabang dari Khalwatiyyah.
Demi memperoleh ilmu pengetahuan, ia rela menghabiskan usianya dengan melakukan berbagai perjalanan. Beberapa negeri yang pernah ia singgahi untuk menimba ilmu di antaranya adalah Iran, Syam, Hijaz, dan Transoxiana (wilayah Asia Tengah saat ini). Karyanya yang paling terkenal adalah kitab Allnsab. Ia juga mengarang buku-buku lain, seperti Mujamu al-Masyayikh, Tazyilul Tarikh Baghdad, dan Tarikh Marv.
Kemuliaan
Syekh Muhammad Samman dikenal sebagai tokoh tarekat yang memiliki banyak karamah. Baik kitab Manaqib Syaikh al-Waliy al-Syahir Muhammad Saman maupun Hikayat Syekh Muhammad Saman, keduanya mengungkapkan sosok Syekh Samman.
Sebagaimana guru-guru besar tasawuf, Syekh Muhammad Samman terkenal akan kesalehan, kezuhudan, dan kekeramatannya. Konon, ia memiliki karamah yang sangat luar biasa. "Ketika kaki diikat sewaktu di penjara, aku melihat Syekh Muhammad Samman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku dan pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah terputus," kata Abdullah al-Basri. Padahal, kata seorang muridnya, ketika itu Syekh Samman berada di kediamannya sendiri.
Adapun perihal awal kegiatan Syekh Muhammad Samman dalam tarekat dan hakikat, menurut Kitab Manaqib. diperolehnya sejak bertemu dengan Syekh Abdul Qadir Jailani.
Suatu ketika, Syekh Muhammad Samman berkhalwat (menyendiri) di suatu tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu. datang Syekh Abdul Qadir Jailani yang membawakan pakaian jubah putih. "Ini pakaian yang cocok untukmu." Ia kemudian memerintahkan Syekh Muhammad Samman agar melepas pakaiannya dan mengenakan jubah putih yang dibawanya. Konon, Syekh Muhammad Samman menutup-nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah SAW untuk menyebarkannya kepada penduduk Kota Madinah.
Wa Allahu A lam.


ziarah kubur







Ada satu lagi dalil khusus dari ulama salaf yang juga sering digunakan oleh kaum Salafi & Wahabi, yaitu perkataan Imam Malik bin Anas (perintis Mazhab Maliki) tentang ziarah ke kuburan Rasulullah Saw. Bahkan Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah juz 27 hal. 111-112 sangat mengandalkan ungkapan Imam Malik ini. Ibnu Taimiyah berkata:

بل قد كره مالك وغيره أن يقال: زرت قبر النبي صلى الله عليه وسلم، ومالك أعلم الناس بهذا الباب، فإن أهل المدينة أعلم أهل الأمصار بذلك، ومالك إمام أهل المدينة. فلو كان في هذا سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: فيها لفظ «زيارة قبره» لم يخف ذلك على علماء أهل مدينته وجيران قبره ـ بأبي هو وأمي.

"… bahkan Imam Malik dan yang lainnya membenci kata-kata, 'Aku menziarahi kubur Nabi Saw.' sedang Imam Malik adalah orang paling alim dalam bab ini, dan penduduk Madinah adalah paling alimnya wilayah dalam bab ini, dan Imam Malik adalah imamnya penduduk Madinah. Seandainya terdapat sunnah dalam hal ini dari Rasulullah Saw. yang di dalamnya terdapat lafaz 'menziarahi kuburnya', niscaya tidak akan tersembunyi (tidak diketahui) hal itu oleh para ulama ahli Madinah dan penduduk sekitar makam beliau –demi bapak dan ibuku ."

Kaum Salafi & Wahabi, bahkan imam mereka yaitu Ibnu Taimiyah tampaknya salah paham terhadap ungkapan Imam Malik tersebut. Imam Malik adalah orang yang sangat memuliakan Rasulullah Saw., sampai-sampai ia enggan naik kendaraan di kota Madinah karena menyadari bahwa tubuh Rasulullah Saw. dikubur di tanah Madinah, sebagaimana ia nyatakan, "Aku malu kepada Allah ta'ala untuk menginjak tanah yang di dalamnya ada Rasulullah Saw. dengan kaki hewan (kendaraan-red)" (lihat Syarh Fath al-Qadir, Muhammad bin Abdul Wahid As-Saywasi, wafat 681 H., Darul Fikr, Beirut, juz 3, hal. 180). Bagaimana mungkin sikap yang sungguh luar biasa itu dalam memuliakan jasad Rasulullah Saw. seperti menganggap seolah beliau masih hidup, membuatnya benci kepada orang yang ingin menziarahi makam Rasulullah Saw.? Sungguh ini adalah sebuah pemahaman yang keliru.


Imam Ibnu Hajar al-Asqallani, di dalam kitab Fathul-Bari juz 3 hal. 66, menjelaskan, bahwa Imam Malik membenci ucapan "aku menziarahi kubur Nabi saw." adalah karena semata-mata dari sisi adab, bukan karena membenci amalan ziarah kuburnya. Hal tersebut dijelaskan oleh para muhaqqiq (ulama khusus) mazhabnya. Dan ziarah kubur Rasulullah Saw. adalah termasuk amalan yang paling afdhal dan pensyari'atannya jelas, dan hal itu merupkan ijma' para ulama.

Artinya, kita bisa berkesimpulan, setelah mengetahui betapa Imam Malik memperlakukan jasad Rasulullah Saw. yang dikubur di Madinah itu dengan akhlak yang luar biasa, seolah seperti menganggap beliau masih hidup, maka ia pun lebih suka ungkapan "aku menziarahi Rasulullah Saw." dari pada ungkapan "aku menziarahi kubur Rasulullah Saw." berhubung banyak hadis mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw. di dalam kuburnya dapat mengetahui, melihat, dan mendengar siapa saja yang menziarahinya dan mengucapkan salam dan shalawat kepadanya. Sepertinya Imam Malik tidak suka Rasulullah Saw. yang telah wafat itu diperlakukan seperti orang mati pada umumnya, dan asumsi ini dibenarkan oleh dalil-dalil yang sah.

Ibnu Taimiyyah sendiri dalam Iqtidha-us Shiratul-Mustaqim halaman 397, menuturkan apa yang pernah diriwayatkan oleh Ibnu Wahb mengenai Imam Malik bin Anas. “Tiap saat ia (Imam Malik) mengucap kan salam kepada Nabi saw., ia berdiri dan menghadapkan wajahnya ke arah pusara Nabi saw., tidak kearah kiblat. Ia mendekat, mengucapkan salam dan berdo’a, tetapi tidak menyentuh pusara dengan tangannya”

Imam Nawawi didalam kitabnya yang berjudul Al-Idhah Fi Babiz-Ziyarah mengetengahkan juga kisah itu. Demikian juga didalam Al-Majmu jilid VIII halalam 272.

Al-Khufajiy didalam Syarhusy-Syifa menyebut, bahwa As-Sabkiy mengata- kan sebagai berikut: “ Sahabat-sahabat kami menyatakan, adalah mustahab jika orang pada saat datang berziarah ke pusara Rasulallah saw. meng- hadapkan wajah kepadanya (Rasulallah saw) dan membelakangi Kiblat, kemudian mengucapkan salam kepada beliau saw., beserta keluarganya (ahlu-bait beliau saw.) dan para sahabatnya, lalu mendatangi pusara dua orang sahabat beliau saw. (Khalifah Abubakar dan Umar –radhiyallhu ‘anhuma). Setelah itu lalu kembali ketempat semula dan berdiri sambil berdo’a “. (Syarhusy-Syifa jilid III halaman 398).

Dengan demikian tidak ada ulama yang mengatakan cara berziarah yang tersebut diatas adalah haram, bid’ah, sesat dan lain sebagainya, kecuali golongan Wahabi/Salafi dan pengikutnya.



Ada lagi dari golongan pengingkar yang melarang ziarah kemakam Nabi saw. dengan alasan hadits berikut ini: “Jangan susah-payah bepergian jauh kecuali ke tiga buah masjid; Al-Masjidul-Haram, masjidku ini (di Madinah) dan Al-Masjidul-Aqsha (di Palestina)”.

Sebenarnya hadits diatas ini berkaitan dengan masalah sembahyang jadi bukan masalah ziarah kubur. Yang dimaksud hadits tersebut ialah ‘jangan bersusah-payah bepergian jauh hanya karena ingin bersembahyang di masjid lain, kecuali tiga masjid yang disebutkan dalam hadits itu’. Karena sembahyang disemua masjid itu sama pahalanya kecuali tiga masjid tersebut. Makna ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal yaitu Rasulallah saw. pernah bersabda: “Orang tidak perlu bepergian jauh dengan niat mendatangi masjid karena ingin menunaikan sholat didalamnya, kecuali Al-Masjidul-Haram(di Makkah), Al-Masjidul- Aqsha (di Palestina) dan masjidku (di Madinah)” Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini terkenal luas (masyhur) dan baik.


Hadits yang semakna diatas tapi sedikit perbedaan kalimatnya yang di riwayatkan oleh ‘Aisyah ra. dan dipandang sebagai hadits baik dan masyhur oleh Imam Al-Hafidz Al-Haitsami yaitu: “Orang tidak perlu berniat hendak bepergian jauh mendatangi sebuah masjid karena ingin menunaikan sholat didalamnya kecuali Al-Masjidul-Haram, Al-Masjidul-Aqsha (di Palestina) dan masjidku ini (di Madinah)” . (Majma’uz-Zawa’id jilid 4/3). Dan beredar banyak hadits yang semakna tapi berbeda versinya.


Dengan demikian hadits-hadits diatas ini semuanya berkaitan dengan sholat bukan sebagai larangan untuk berziarah kubur kepada Rasulallah saw. dan kaum muslimin lainnya!







Bila alasan pelarangan ziarah kubur Rasulullah Saw. itu kemudian dikaitkan dengan larangan mengupayakan perjalanan (syaddur-rihal) kecuali kepada tiga masjid (Masjidil-Haram, Masjid Nabawi, & Masjidil-Aqsha) yang terdapat di dalam hadis Rasulullah Saw., maka makin terlihatlah kejanggalannya. Karena dengan begitu, segala bentuk perjalanan (termasuk silaturrahmi kepada orang tua atau famili, menuntut ilmu, menunaikan tugas atau pekerjaan, berdagang, dan lain-lain) otomatis termasuk ke dalam perkara yang dilarang, kecuali perjalanan hanya kepada ke tiga masjid tersebut. Di sinilah para ulama meluruskan pengertiannya, bahwa pada hadis tersebut terdapat 'illat (benang merah) yang membuatnya tidak mencakup keseluruhan bentuk perjalanan, yaitu adanya kata "masjid". Sehingga dengan begitu, yang dilarang adalah mengupayakan dengan sungguh-sungguh untuk melakukakan perjalanan kepada suatu masjid selain dari tiga masjid yang utama tersebut, karena nilai ibadah di selain tiga masjid itu sama saja atau tidak ada keistimewaannya.

Semoga hal ini bermanfaat untuk menangkal aqidah buruk wahabi yang melarang ziarah kubur.


Minggu, 06 Februari 2011

MANFAAT SHALAT DHUHA SECARA MEDIS



Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setiap tulang dan persendian badan dari kamu ada sedekahnya; setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap amar ma’ruf adalah sedekah, dan setiap nahi munkar adalah sedekah. Maka, yang dapat mencukupi hal itu hanyalah dua rakaat yang dilakukannya dari Shalat Dhuha.” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud)
Abu Hurairah r.a. berkata, “Kekasihku, Muhammad Saw. Berwasiat kepadaku agar melakukan tiga hal: Berpuasa tiga hari pada setiap bulan(Hijriah, yaitu puasa putih atau Bidl, tanggal 13,14,15), dua rakaat shalat Dhuha, dan agar aku melakukan shalat Witir dulu sebelum tidur.” (HR Bukhari-Muslim).
Rasulullah Saw. bersabda: “Shalat Dhuha itu shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena panas tempat berbaringnya.” (HR Muslim)

Buraidah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dalam tubuh manusia terdapat 360 persendian, dan ia wajib bersedekah untuk tiap persendiannya.” Para sahabat bertanya, “Siapa yang sanggup, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ludah dalam masjid yang dipendamnya atau sesuatu yang disingkirkannya dari jalan. Jika ia tidak mampu,maka dua rakaat Dhuha sudah mencukupinya.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Peregangan sungguh mutlak diperlukan, untuk kesiapan kita menyongsong hari penuh tantangan. Dan, Rasulullah Saw. menyinggungnya dengan ungkapan santun: “hak dari setiap persendian.” Semuanya cukup dengan dua rakaat dhuha.

Shalat memang memiliki kombinasi unik dari tiap gerakannya bagi tubuh. Hanya saja untuk Dhuha, waktunyalah yang memang unik; waktu ketika tubuh memerlukan energy namun juga harus bersiap menghadang stress yang menerpa.

Dr. Ebrahim Kazim-seorang dokter, peneliti, serta direktur dari Trinidad Islamic Academy-menyatakan, “Repeated and regular movements of the body during prayers improve muscle tone and power, tendon strength, joint flexibility and the cardio-vascular reserve.” Gerakan teratur dari shalat menguatkan otot berserta tendonnya, sendi serta berefek luar biasa terhadap system kardiovaskular.

Itulah peregangan dan persiapan untuk menghadapi tantangan, tapi bedanya dengan olah raga biasa adalah: pahalanya luar biasa! Abu Darda r.a. meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Wahai anak Adam kerjakanlah shalat empat rakaat kepada-Ku pada permulaan siang niscaya Aku akan member kecukupan kepadamu sampai akhir siang.” (HR at-Tirmidzi).

Terlebih lagi shalat Dhuha tidak hanya berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi hari dengan rangkaian gerakan teraturnya, tapi juga menangkal stress yang mungkin timbul dalam kegiatan sehari-hari, sesuai dengan keterangan dr. Ebrahim Kazim tentang shalat: “Simultaneously, tension is relieved in the mind due to the spiritual component, assisted by the secretion of enkephalins, endorphins, dynorphins, and others.”

Ada ketegangan yang lenyap karena tubuh secara fisiologis mengelurakan zat-zat seperti enkefalin dan endorphin. Zat ini sejenis morfin,termasuk opiate. Efek keduanya juga tidak berbeda dengan opiate lainnya. Bedanya, zat ini alami, diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga lebih bermanfaat dan terkontrol.

Jika barang-barang terlarang macam morfin bisa memberi rasa senang-namun kemudian mengakibatkan ketagihan disertai segala efek negatifnya- endorphin dan enkefalin tidak. Ia memberi rasa bahagia, lega, tenang, rileks, secara alami. Menjadikan seseorang tampak ebih optimis, hangat, menyenangkan, serta seolah menebarkan aura ini kepada lingkungan di sekelilingnya.

Subhanallah….Maka, shalat Dhuha-lah, peregangan sekaligus pereda stress. Inilah rehat yang tidak sekadar rehat. Daripada sekadar duduk-duduk mengobrol, ayo rehat dengan ber-Dhuha dan segera kembali beraktivitas setelahnya. Kemudian, rasakan bedanya!.
Semoga bermanfaat teman….


Selasa, 01 Februari 2011

Keajaiban Shalat Dhuha dan Pembuktianya




Sesungguhnya Allah memerintahkan kita untuk bersedekah di jalan Allah:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al Baqarah 195]
Allah menjanjikan jalan yang mudah/surga bagi orang yang memberikan hartanya di jalan Allah:
“Allah  Ta’ala berfirman, ”Adapun orang yang memberikan hartanya  di  jalan Allah dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik  syurga  maka  Kami  kelak  akan menyiapkan baginya jalan yang mudah “. [Al Lail  5-8]
Sesungguhnya orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah mendapat balasan berlipat ganda:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [Al Baqarah 261]
“Dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula) karena Allah akan memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [At Taubah 121]
Orang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya lebih tinggi derajadnya daripada orang yang duduk/diam saja:
“Yaitu kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” [Ash Shaff 11]
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar” [An Nisaa' 95]
Dalam surat Al Maa’uun, Allah menyebut orang yang tidak mau sedekah untuk membantu fakir miskin sebagai pendusta agama meski mereka rajin shalat.
Tanpa bersedekah, kita tidak akan mendapat pahala:
“Kamu sekalian tidak akan memperoleh kebaikan (pahala), kecuali menafkahkan (memberikan) apa yang kalian cintai” [Ali Imran 92]
”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” ” [Al Baqarah 276]
Di antara rahasia dan keutamaan orang yang rajin bersedekah, yaitu sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis,
“Orang yang pemurah itu dekat dari Allah, dekat dari manusia, dekat dari surga dan jauh dari neraka. Adapun orang yang kikir, maka jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat kepada neraka (siksaan Allah). ” (H.R. Tirmidzi clan Baihaqi)
“Sesungguhnya shadaqah itu dapat memadamkan murka Allah dan dapat menolak cara mati yang buruk. ” (H.R. Tirmidzi, lbnu Hibban, lbnu ‘Adi, clan Baihaqi)
Hadits di atas cukup jelas menggambarkan keutamaan sedekah. Jika kita tidak sedekah, Allah bisa murka kepada kita dan kita bisa mati dalam keadaan su’ul khotimah atau masuk neraka. Padahal kita ingin mati dalam keadaan husnul khotimah bukan?
Dari Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw bersabda, “setiap hari, dua malaikat turun ke bumi. salah seorang dari mereka berkata, ‘ya Allah, gantilah harta orang yang bersedekah di jalan-Mu’. sedangkan yang satunya lagi berkata, ‘ya Allah, binasakanlah harta orang yang menahan hartanya untuk disedekahkan’.”
Rajinlah bersedekah sehingga di akhirat tidak termasuk orang yang menyesal karena dimasukkan ke neraka akibat tidak bersedekah:
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan” [Ibrahim 31]
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah di jalan Allah sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” [Al Baqarah 254]
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh?” [Al-Munafiqun 10]
Hendaknya kita bersedekah dengan harta yang kita cintai. Bukan yang memang tidak kita ingini:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [Al Baqarah 267]
Kita mengira dengan memberi fakir miskin uang Rp 1.000 atau Rp 2.000 kita sudah bersedekah. Padahal jika kita diberi uang sebesar itu, kita tentu enggan mengambilnya bukan? Itulah maksud ayat di atas.
Islam tidak akan tegak/berjaya jika ummat Islam yang mampu/berkelebihan hanya menyumbang receh. Nanti di bawah kita akan ketahui bagaimana Abu Bakar bahkan rela menyumbang seluruh hartanya untuk kejayaan Islam.
Janganlah kikir/pelit karena takut miskin. Jarang ada orang yang miskin karena rajin bersedekah:
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. ” [Al Baqarah 268]
Untuk siapakah kita bersedekah?
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. ” [Al Baqarah 215]
Seperti halnya zakat, sedekah tidak terbatas hanya untuk fakir miskin saja, tapi juga terhadap orang yang berjuang di jalan Allah seperti berdakwah atau para mujahidin yang berperang:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [At-Taubah 60]
Kenapa Islam dulu berjaya? Mengapa Islam dulu mampu bukan hanya menahan kaum kafir, Yahudi, tentara Romawi dan Persia, tapi bahkan menaklukkan mereka?
Karena para aghniya / orang-orang kaya rajin bersedekah untuk perjuangan Islam. Saat perang Tabuk di mana 30 ribu pasukan Muslim harus berperang dengan 200 ribu pasukan Romawi, orang-orang kaya berlomba menginfakkan hartanya untuk mendukung perjuangan.  Usman menyumbang sepertiga hartanya sehingga bisa membiayai 1/3 pasukan berikut onta dan kuda. Umar menyumbang separuh hartanya. Sementara Abu Bakar menyumbang seluruh hartanya. Yang lain ada yang menyumbang ribuan kilo makanan sementara yang kurang mampu pun menyumbang beberapa kepal makanan.
Dengan cara itu, maka puluhan ribu orang yang miskin juga bisa turut berperang sehingga ummat Islam jadi lebih kuat. Bayangkan jika yang bisa perang hanya beberapa ribu orang kaya saja sementara puluhan ribu orang miskin tak bisa perang, tentu jadi lemah dan mudah dikalahkan.
Sedekah juga digunakan untuk memperkuat dakwah dan persenjataan ummat Islam:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). “ [Al Anfaal 60]
Dengan kekuatan tentara dan persenjataan ummat Islam yang didukung oleh jihad dengan jiwa dan harta, maka 200 ribu pasukan Romawi begitu gentar hingga tidak berani menampakkan dirinya di kota Tabuk untuk melawan 30 ribu pasukan Muslim yang berdiam hingga 20 malam di sana.
Banyak orang yang naik haji atau umrah berkali-kali. Padahal yang wajib hanya sekali. Ada pun setelah itu, maka menggunakan hartanya untuk berjihad di jalan Allah atau membantu orang yang berjihad justru lebih utama dan lebih besar pahalanya:
“Amal apa yang utama?”. Maka Nabi SAW menjawab : “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”. Penanya berkata : “Kemudian apa?” Nabi SAW berkata : “Jihad di jalan Allah”. Beliau ditanya lagi: “Kemudian apa?” Nabi SAW menjawab : ‘Haji mabrur”. [Muttafaq ‘alaih]
Dimana Nabi SAW menjadikan haji setelah jihad. Dan yang dimaksudkan adalah haji sunnah. Sebab haji wajib merupakan salah satu rukun dalam Islam jika telah mampu melaksanakannya. Dan dalam shahihain disebutkan riwayat dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda.
“Barangsiapa yang membantu orang yang berjuang, maka sesungguhnya dia telah berjuang. Dan barangsiapa yang menanggung keluarganya dengan kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berperang” [HR Bukhari dan Muslim]

Keajaiban Shalat Dhuha  dan Pembuktianya
Kemarin (11 Juni 2008) adalah hari pertamaku bertekad untuk selalu ajeg shalat Dhuha. Kata banyak orang, shalat Dhuha adalah shalat penambah rezeki. namun sayang, walaupun sudah tahu dan mendengar hal itu sejak dulu, saya belum pernah secara “serius” membuktikan kedahsyatannya. Apa memang janji Sang Nabi itu benar. Aku selama ini hanya meyakininya saja. Tapi belum membuktikannya.
Nah, mulai kemarin-lah aku mencoba mencatat hal-hal luar biasa yang berkenaan dengan rezeki yang aku alami pada hari-hari “pembuktian tersebut”.
Hari pertama kemarin, berlangsung normal seperti biasa. Tiada kejadian aneh dan luar biasa. Hanya saja, pada malam harinya, ketika pulang di kosan, temanku, Siswanto, yang numpang sementara di kosanku tidak kutemukan batang hidungnya.
Dari beberapa teman, aku mengerti bahwa dia ikut tahlilan kematian salah seorang warga bersama teman-teman Wasiat yang memang kerap mendapat undangan mengikuti acara semacam itu.
Nah, yang aku anggap sebagai bagian dari rezeki adalah waktu dia pulang. Dia bawa satu kotak yang berisi nasi beserta lauk-pauknya. Ada juga buah apel. Tentu saja ini adalah rezeki yang datang dari jalan yang tak terduga. Meski kecil, barangkali (saya anggap) itu adalah bagian dari efek shalat Dhuha.
Tak cukup itu, seorang teman tetangga kosan tak biasanya pulang dengan membawa sebungkus plastik berisi jeruk. Dia membagi jeruk itu kepadaku. Lha, pasti ini rezeki lagi, nich…! pikirku. Padahal baru sehari melaksanakan shalat Dhuha, tapi rezeki sudah mengalir seperti itu.